Sabtu, 14 November 2009

Pemusnahan Bukti Penjajahan

Minggu, 15 November 2009
Hangat nya pembicaraan mengenai penghancuran villa kembar (sebutan untuk beberapa gedung perumahan eks kolonial dengan desain yang mirip berada di jalan Diponegoro), saat ini gedung yang telah berhasil diselamatkan hanya sebuah gedung dengan cara pemanfaatan sebagai kantor oleh pihak Commonwealth Bank tanpa menghancurkan bentuk aslinya. Tiga gedung lagi tersisa dan dua dari ketiganya saat ini telah berhasil diratakan, dan sekarang tinggal satu gedung lagi yang letaknya tepat berdampingan dengan rumah sakit Malahayati.

Dan tepat di saat penghancuran dilakukan, muncullah elemen-elemen yang sering saya pandang sebagai oportunis sejati di kota Medan yang plural ini. Dari banyaknya elemen yang mengaku memihak kepada masyarakat terdapat dua elemen yang dapat dikatakan sangat 'getol-getolnya' untuk membicarakan masalah penghancuran gedung villa kembar tadi. Ada yang menyebutkan elemennya sebuah lembaga yang mewarisi warisan sumatera dan satunya lagi lembaga yang dapat dikatakan baru saja lahir yang katanya lembaga untuk mengkaji sejarah dan ilmu-ilmu sosial. Sekedar tambahan, kedua lembaga ini berisi intelektual-intelekual yang pendirinya sudah sering bersekolah hingga ke luar negeri.

Kembali kepada pokok permasalahan yakni penghancuran villa kembar, saya hanya memandang bahwa betapa abal-abalnya kedua lembaga tadi untuk memperbincangkan penghancuran villa kembar tadi bahkan beritanya sudah dapat dikatakan berskala nasional tanpa melihat apa yang menjadi dasar berpijak mereka. Villa kembar bukanlah aset pemerintah baik itu daerah (pemerintah kota-provinsi) maupun pusat. Villa kembar adalah aset pribadi sejak zaman kolonial bergulir di daerah penghasil tembakau terbaik dunia di waktu lampau. Kalau lah alasan penyelamatan aset-aset bangunan lama yang ingin mereka tonjolkan saya memandang betapa abal-abalny isi pemikiran mereka yang telah diasah hingga ke keluar negeri ini.
Aset pribadi apalagi  berada di daerah yang bahkan tidak memiliki peraturan daerah (perda) untuk penyelamatan aset-aset bersejarahnya sendiri adalah hak dari si pemilik untuk mempergunakan atau memanfaatkan nya. Jika si pemiliki ingin menjualnya ya tinggal mengikuti peraturan perundang-undangan tentang jual beli yang ada, dan jika ia memang ingin menyelamatkan gedung tersebut sebagai warisan sejarah hanya nurani nya sendiri yang dapat mengambil keputusan tanpa ada tekanan. Ingat kita tidak punya peraturan di daerah ini yang dapat menyelamatkan aset sejarah di kota ini. Toh kedua elemen diatas baru sibuk mengurusi dan menghebohkan isu villa kembar ini setelah proses penghancuran terjadi, bahkan isu penghentian penghancuran villa kembar yang dilakukan oleh pihak pemerintah kota Medan terjadi ketika kedua gedung villa kembar tadi telah rata dengan tanah sekitarnya. Terlambat, itulah kebiasaan yang dilakukan kedua elemen tadi.

Bukan bermaksud pesimis dan antipati tetapi terus terang dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kedua elemen di atas saya sangat tidak menaruh simpati sama sekali. Saya adalah seorang aktivis di bidang sejarah dan budaya tamatan dari universitas negeri medan, dan saya juga dikelilingi dua arsitektur yakni kedua kakak perempuan saya. Dan sebagai catatan saya adalah keturunan pejabat di jawatan perkereta apian pada zaman kolonial Belanda, yang dilahirkan dan dibesarkan di sebuah rumah di lingkungan rumah dinas kereta api kota Medan yang usianya dapat dikatakan sama dengan usia villa kembar. Jadi sedikit tidaknya saya memiliki spirit akan sejarah.

Dari awal berdirinya lembaga yang katanya mewarisi warisan sumatera ini, saya telah mengikutinya sejak awal. Karena kebutuhan akan informasi sebagai seorang mahasiswa sejarah kala itu dan kebutuhan akan kegiatan bermasyarakat diluar rumah dan kampus saya pun akhirnya sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini. Hingga saat rumah yang saya tempati (Perumahan Kereta Api) tepat dibelakang stasiun besar kota Medan yakni Jalan Jawa harus menikmati rasanya penggusuran. 2003, tahun dimana saya sedang memasuki masa kuliah yang sangat aktif-aktifnya dan sedang giat-giatnya mengikuti lembaga ini dan di tahun itu juga saya harus melihat buldozer meratakan tempat saya berteduh, terlelap selama hampir 20 tahun lebih. Satu yang sangat saya nantikan kal itu adalah kemunculan lembaga ini di tempat kejadian tersebut untuk sekedar memberikan perlawanan akan pentingnya bangunan sejarah di kota Medan untuk dilestarikan, tetapi apa daya, wartawan saja sebagai insan yang selalu sibuk mencari berita tidak muncul kala itu.

Dari segi status hak bangunan seharusnya gedung-gedung seperti perumahan kereta api (jalan Jawa) dan sekitarnya adalah yang berhak mendapatkan prioritas untuk diselamatkan, karena secara logika administratif gedung-gedung yang masih berada di bawah naungan pemerintahan pastinya tidak akan menemukan kendala baik itu administratif maupun kendala yang lainnya. Seperti villa kembar dengan status kepribadiannya, akan sangat naif jika saya harus melihat banyaknya elemen yang campur tangan seolah peduli akan sejarah kota ini untuk menyelamatkannya, (apa yang mau diselamatkan, ributnya baru ketika bangunan sudah rata). Buat apa mereka sibuk memperbincangkan aset sejarah di sepenggal jalan Ahmad Yani (Kesawan) jika hampir seluruh gedung yang berada dikawasan tersebut berstatus milik pribadi. Buat apa ribut-ribut soal rumah saudagar asal Tiongkok yang turut membangun kota ini jika dalam hal perawatan saja cicitnya sebagai penerus rumah itu harus melakukan pameran dan menjadikan rumahnya sebagai museum hanya sekedar untuk mendapatkan uang sebagai kompensasi atas perawatan rumah tersebut, padahal dengan mata telanjang dinas yang mengurusi masalh tersebut tepat berada disamping rumah saudagar tadi.

Banyak lagi kasus yang dapat saya ceritakan tentang betapa sangat tidak berfungsinya lembaga warisan tadi, coba tanyakan sudah berapa banyak gedung, sarana dan prasarana sebagai aset sejarah di kota ini saja tidak usah di seluruh sumatera yang sudah mereka data. Saya tidak meminta mereka untuk menyelamatkan semuanya, saya hanya meminta mereka untuk mendatanya, saya rasa mereka tidak akan mampu. Ya kalau mampu kirim saja hasil datanya kepada saya, apakah sebanyak dan selengkap milik saya? Tanya saja asal muasal kota ini kepada mereka, pasti jawabannya legenda putri hijau dan si dukun dari tanah karo 'guru patimpus'.

Satu hal lagi yang ingin saya sampaikan adalah, kedua lembaga ini sering sekali berjalan ketika ada event-event ataupun peristiwa yang dapat mendatangkan isu-isu besar baik itu politis atau tidak. Analisa yang saya lakukan di lembaga saya mengatakan bahwa isu villa kembar ini digulirkan karena pada 2010 akan terjadi pilkada walikota di daerah ini, ya intinya memperbanyak massa untuk mendapatkan perhatian massa. Dengan kasat mata masyarakat awam tidak akan mudah melihatnya.

Kembali lagi kepada intinya, money is everything.

SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar