Selasa, 06 Mei 2014

HD3+ Camera

HD3+ Camera: GoPro HD 3 Camera in silver. You can take this camera to 40 meter deep under water.



Find this cool stuff here: http://zocko.it/LB3BF

Kamis, 19 Agustus 2010

walikota kelen

apa ya! awak mau ngoceh pun sebenarnya agak malas, cemana la pula' awak dah tidak tinggal dikota medan lagi pula'. tapi yaaaa sekedar untuk memuaskan hati ini aja la.

ini agak terlambat kurasa, tapi perlu juga untuk ditulis ku rasa.
jadi kan, walikota orang nie sekarang tu udah ganti, setelah sekian lama org medan nie dipimpin PJS (pejabat sekedarnya) aja, nah kemaren tu akhirnya setelah melalui jalan yang panjang menang juga uwak itu jadi walikota walaupun sebelumnya sudah merasakan waktu menjabat PJS walikota medan, ooo makjanggg waktu jd PJS kemaren kreakkk nya minta ampun uwak ini, kp lalang dilahap, pajak sambu dilahapnya ... (tukang rokok+koran depan kantor pos dan dharma deli gak berani dia), mantapkan? org jakarta bilang uwak nie 'tebang pilih' juga memberangus pedagang liar di pinggir jalan, cemana la, dulu waktu susah"nya disitu pula dia beli rokok hahahaha.

nah, sekarang kan posisinya dah mantap tu, bukan lagi PJS melainkan sudah walikota tetap dengan memiliki masa jabatan, weissss abies pelantikan langsung dia pulkam (pulang kampung), iya lahhhh ngasi tau sodara"nya la dia, omak nya, bapaknya semuanya lah, pas dia pulkam mati pula listrik di kota medan nie, walahhhhhhh angus la janji kampanyenya kemaren.
setelah masuk kantor, buat apel dia dikantornya, temu kangen la istilahnya, sama sodara"nya di kantor tu yg udah milih dia kemaren, dalam hati org tu (asikkkk naeklah nie tunjangan, insentif segala macam), org kampung awak pula yg jadi walikota, hmmmm seratus hari kedepan kata uwak tu dia mau berkantor di kantor camat"nya setiap hari senin, tu dia bilang waktu liat dinding parit yg jebol dan lama x ditangani oleh pihak kecamatan, abies tu disuruhnya bongkar semua drainase disekitar titik nol kota medan (lapangan merdeka) dgn alasan agar tidak banjir lagi, mmmmm pesimis x awak dgrnya, udah berapa walikota ya ngomong seperti itu, tapi dibongkar dan tetap banjir juga halahhhh halahhhh nujum pak belalang la kelen nie.

parahnya lagi makin banyak q liat pegawai negeri yg gak disiplin di kota medan nie, jam kantor elok la emak" tu ke pajak sambu, petisah, ikan lama, katanya mau cari bekal buat hari raya, halahhhh halahhhh macam tak ada hari lain aja bahhh, yg muda" elok nongkrong di coffee shop macam pengusaha" muda itu (kerja kau . . . . .)

ya bukannya sok pesimis, tapi uwak tu macam macan ompong q liat, kalo mengaum sampe' pajak di brandan sana kedengaran, tapi waktu ada mangsa di depan tak bisa dia menggigit (hahayyyyy).

okelah wak, dah abies pula' kopi q ini, semoga lancar ya wak sampai akhir masa jabatan, q doain la uwak banyak masalah ehhhh gak ada masalah maksud q, macam mana pun tetap manggil tulang (paman) nya aq sama kau, mamak q harahap juga soalnya, oke wak! cabut dulu aq ya.

Kamis, 19 November 2009

oleh2 dari 'GEMPAR SUMUT 2009'

Awalnya saya hanya ingin mengunjungi salah satu stand yang ada di acara GEMPAR SUMUT 2009 (Gema Pariwisata Sumatera Utara), stand BWS (Badan Warisan Sumatera). Hmmmmm . . . tetapi dengan prinsip 'sambil menyelam minum air' dan falsafah hidup 'always critis' akhirnya ya! beginilah jadinya, saya akan menulis seluruh hal yang saya lihat dari acara tersebut. Tapi saya akan tetap memperbanyak kritikan dari pada saran dan pujian.

Perjalanan di hari minggu, hari terakhir sekaligus penutupan acara ini. Saya berangkat dengan teman satu tim saya, mendekati lokasi acara lapangan Merdeka kota Medan seperti biasanya dalam acara yang fokus pada keramaian massa akan sangat sulit untuk mendapatkan lahan parkir, walaupun akhirnya saya mendapatkannya tepat di lahan parkir restoran cepat saji. Dari situ sebenarnya saya sudah dapat mengkritik, lahan parkir yang tidak memadai dan jika saja memadai pelaksanaan dan pengaturannya tidak terkoordinir.

Memasuki lokasi acara dari pintu sebelah barat lapangan Merdeka saya menjumpai beberapa pedagang kaki lima yang jumlah kakinya ternyata hanya dua, hahaha . . . ada pedagang mainan, rokok, makanan hmmmmm sate padang lengkap dengan gerobak nya pun ada. Itu masih di mulut pintu lapangan. Menjorok ke dalam saya menjumpai yang sepertinya stand resmi yakni arena permainan anak-anak dan stand pedagang yang sepertinya dikelola oleh panitia acara mulai dari stand baju, aksesoris (bukan tradisional, tapi metal dan rok en rol) hingga stand pedagang parfum yang menjual parfum secara 'cc an', hmmmmm benar-benar Indonesia kali bahhhhhhhh.

Panggung raksasa atau utama diletakkan panitia acara di utara lapangan Merdeka dengan ukuran yang hmmmm lumayan sangat besar, saya hanya pernah melihat nya kalau artis-artis ibukota berkunjung ke daerah ini saja. Tetapi sangat disayangkan, acara yang dihadirkan di atas panggung ini menurut saya benar-benar tidak ada kaitannya sama sekali dengan judul acara 'Gema Pariwisata Sumatera Utara', bahkan acara musik yang diusung dari pembukaan hingga acara penutupan benar-benar tidak berkait sama sekali. Yang kelihatan hanyalah budaya populer yang muncul di kalangan urban kota Medan. Pembukaan dibuka oleh artis ibukota Katon Bagaskara salah satu pentolan KLA Projek, nyambung gak? yang merasa haus hiburan ya pasti jawaban nya nyambung-nyambung aja, tetapi yang mengerti masalah budaya pasti akan terbahak-bahak melihatnya. Dan untuk acara penutupan nya ditutup oleh musisi lokal yang jelas tidak berasal dari kota Medan 'wak uteh', kenal gak? katanya sih mengusung budaya melayu, melayu yang mana? maaf ya! kalo saya terlalu pesimis.

Di tengah lokasi acara berjejer beberapa stand milik dinas dan instansi yang terkait dengan pariwisata daerah Sumatera Utara yang kelihatan nya ramai sihhhh, tetapi ketika memasuki salah satu stand ternyata ramai penjaganya saja. Dan pameran yang disajikan juga standard-standard saja, fuhhhhhh terus dimana pariwisata nya yang mau dipromosikan? di alun-alun lapangan terdapat beberapa stand mulai dari stand pakaian (clothing lokal kota Medan), ikatan alumni mahasiswa/i arsitektur USU, dan stand Badan Warisan Sumatera, clothing, arsitektur dan BWS ada hubungan tidak dengan pariwisata Sumatera Utara, kalau pun ada mungkin nanti saya rasa ketika mereka sudah mulai sadar akan pentingnya budaya yang kita miliki saat ini melebihi berjuta-juta lembar uang.

Terakhir saya hanya akan mengkritik stand Badan Warisan Sumatera, stand dengan ukuran standar dan beberapa penjaga stand yang sebagian kecil adik-adik saya ketika di universitas dahulu (kata nya sih mereka pejuang warisan-warisan sejarah yang ada di Sumatera). Dari stand BWS kali ini saya melihat mereka mengusung salah satu isu yang paling heboh atau dapat dikatakan mereka yang heboh sendiri yaitu isu penghancuran 'villa kembar' di jalan Diponegoro, beberapa foto sisa puing-puing bangunan villa kembar, dan beberapa foto aksi ketika terjadi aksi damai melawan penghancuran villa kembar. Tetapi itu hanya satu saja, sisanya yang dipamerkan adalah yang itu-itu saja dari tahun ke tahun sejak BWS didirikan, ada foto-foto lama yang dijual yang katanya untuk biaya operasional BWS, buku-buku dan merchandise-merchandise lainnya. Satu yang tidak terlepas dari pandangan mata saya adalah sekumpulan kertas yang dijilid mirip setebal jilidan tuntutan kasus Antasari Azhar huahahaha  . . . jilidan yang katanya daftar-daftar bangunan-bangunan yang akan dilindungi di kota Medan karena unsur-unsur sejarahnya. Pertama sekali melihat jilidan ini ketika tahun 2003, saat itu saya juga baru saja mengalami penggusuran dari rumah nenek moyang saya di daerah perumahan kereta api kota Medan.

Kumpulan itu ternyata hanyalah jilidan proposal perlindungan gedung-gedung bersejarah di daerah Sumatera Utara kepada pihak Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Utara, kota Medan dan pemerintah daerah Sumatera Utara beserta pemerintah kota Medan. Proposal yang mungkin tidak pernah disetujui atau mungkin saja tidak pernah sama sekali dikirim kepada pihak-pihak yang terkait akan proposal tersebut.

Mau jadi apa kota ini jika manusia-manusia yang tidak mengerti akan pentingnya budaya masih meraja di daerah dan negeri ini.

SEKIAN

Sabtu, 14 November 2009

Pemusnahan Bukti Penjajahan

Minggu, 15 November 2009
Hangat nya pembicaraan mengenai penghancuran villa kembar (sebutan untuk beberapa gedung perumahan eks kolonial dengan desain yang mirip berada di jalan Diponegoro), saat ini gedung yang telah berhasil diselamatkan hanya sebuah gedung dengan cara pemanfaatan sebagai kantor oleh pihak Commonwealth Bank tanpa menghancurkan bentuk aslinya. Tiga gedung lagi tersisa dan dua dari ketiganya saat ini telah berhasil diratakan, dan sekarang tinggal satu gedung lagi yang letaknya tepat berdampingan dengan rumah sakit Malahayati.

Dan tepat di saat penghancuran dilakukan, muncullah elemen-elemen yang sering saya pandang sebagai oportunis sejati di kota Medan yang plural ini. Dari banyaknya elemen yang mengaku memihak kepada masyarakat terdapat dua elemen yang dapat dikatakan sangat 'getol-getolnya' untuk membicarakan masalah penghancuran gedung villa kembar tadi. Ada yang menyebutkan elemennya sebuah lembaga yang mewarisi warisan sumatera dan satunya lagi lembaga yang dapat dikatakan baru saja lahir yang katanya lembaga untuk mengkaji sejarah dan ilmu-ilmu sosial. Sekedar tambahan, kedua lembaga ini berisi intelektual-intelekual yang pendirinya sudah sering bersekolah hingga ke luar negeri.

Kembali kepada pokok permasalahan yakni penghancuran villa kembar, saya hanya memandang bahwa betapa abal-abalnya kedua lembaga tadi untuk memperbincangkan penghancuran villa kembar tadi bahkan beritanya sudah dapat dikatakan berskala nasional tanpa melihat apa yang menjadi dasar berpijak mereka. Villa kembar bukanlah aset pemerintah baik itu daerah (pemerintah kota-provinsi) maupun pusat. Villa kembar adalah aset pribadi sejak zaman kolonial bergulir di daerah penghasil tembakau terbaik dunia di waktu lampau. Kalau lah alasan penyelamatan aset-aset bangunan lama yang ingin mereka tonjolkan saya memandang betapa abal-abalny isi pemikiran mereka yang telah diasah hingga ke keluar negeri ini.
Aset pribadi apalagi  berada di daerah yang bahkan tidak memiliki peraturan daerah (perda) untuk penyelamatan aset-aset bersejarahnya sendiri adalah hak dari si pemilik untuk mempergunakan atau memanfaatkan nya. Jika si pemiliki ingin menjualnya ya tinggal mengikuti peraturan perundang-undangan tentang jual beli yang ada, dan jika ia memang ingin menyelamatkan gedung tersebut sebagai warisan sejarah hanya nurani nya sendiri yang dapat mengambil keputusan tanpa ada tekanan. Ingat kita tidak punya peraturan di daerah ini yang dapat menyelamatkan aset sejarah di kota ini. Toh kedua elemen diatas baru sibuk mengurusi dan menghebohkan isu villa kembar ini setelah proses penghancuran terjadi, bahkan isu penghentian penghancuran villa kembar yang dilakukan oleh pihak pemerintah kota Medan terjadi ketika kedua gedung villa kembar tadi telah rata dengan tanah sekitarnya. Terlambat, itulah kebiasaan yang dilakukan kedua elemen tadi.

Bukan bermaksud pesimis dan antipati tetapi terus terang dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kedua elemen di atas saya sangat tidak menaruh simpati sama sekali. Saya adalah seorang aktivis di bidang sejarah dan budaya tamatan dari universitas negeri medan, dan saya juga dikelilingi dua arsitektur yakni kedua kakak perempuan saya. Dan sebagai catatan saya adalah keturunan pejabat di jawatan perkereta apian pada zaman kolonial Belanda, yang dilahirkan dan dibesarkan di sebuah rumah di lingkungan rumah dinas kereta api kota Medan yang usianya dapat dikatakan sama dengan usia villa kembar. Jadi sedikit tidaknya saya memiliki spirit akan sejarah.

Dari awal berdirinya lembaga yang katanya mewarisi warisan sumatera ini, saya telah mengikutinya sejak awal. Karena kebutuhan akan informasi sebagai seorang mahasiswa sejarah kala itu dan kebutuhan akan kegiatan bermasyarakat diluar rumah dan kampus saya pun akhirnya sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini. Hingga saat rumah yang saya tempati (Perumahan Kereta Api) tepat dibelakang stasiun besar kota Medan yakni Jalan Jawa harus menikmati rasanya penggusuran. 2003, tahun dimana saya sedang memasuki masa kuliah yang sangat aktif-aktifnya dan sedang giat-giatnya mengikuti lembaga ini dan di tahun itu juga saya harus melihat buldozer meratakan tempat saya berteduh, terlelap selama hampir 20 tahun lebih. Satu yang sangat saya nantikan kal itu adalah kemunculan lembaga ini di tempat kejadian tersebut untuk sekedar memberikan perlawanan akan pentingnya bangunan sejarah di kota Medan untuk dilestarikan, tetapi apa daya, wartawan saja sebagai insan yang selalu sibuk mencari berita tidak muncul kala itu.

Dari segi status hak bangunan seharusnya gedung-gedung seperti perumahan kereta api (jalan Jawa) dan sekitarnya adalah yang berhak mendapatkan prioritas untuk diselamatkan, karena secara logika administratif gedung-gedung yang masih berada di bawah naungan pemerintahan pastinya tidak akan menemukan kendala baik itu administratif maupun kendala yang lainnya. Seperti villa kembar dengan status kepribadiannya, akan sangat naif jika saya harus melihat banyaknya elemen yang campur tangan seolah peduli akan sejarah kota ini untuk menyelamatkannya, (apa yang mau diselamatkan, ributnya baru ketika bangunan sudah rata). Buat apa mereka sibuk memperbincangkan aset sejarah di sepenggal jalan Ahmad Yani (Kesawan) jika hampir seluruh gedung yang berada dikawasan tersebut berstatus milik pribadi. Buat apa ribut-ribut soal rumah saudagar asal Tiongkok yang turut membangun kota ini jika dalam hal perawatan saja cicitnya sebagai penerus rumah itu harus melakukan pameran dan menjadikan rumahnya sebagai museum hanya sekedar untuk mendapatkan uang sebagai kompensasi atas perawatan rumah tersebut, padahal dengan mata telanjang dinas yang mengurusi masalh tersebut tepat berada disamping rumah saudagar tadi.

Banyak lagi kasus yang dapat saya ceritakan tentang betapa sangat tidak berfungsinya lembaga warisan tadi, coba tanyakan sudah berapa banyak gedung, sarana dan prasarana sebagai aset sejarah di kota ini saja tidak usah di seluruh sumatera yang sudah mereka data. Saya tidak meminta mereka untuk menyelamatkan semuanya, saya hanya meminta mereka untuk mendatanya, saya rasa mereka tidak akan mampu. Ya kalau mampu kirim saja hasil datanya kepada saya, apakah sebanyak dan selengkap milik saya? Tanya saja asal muasal kota ini kepada mereka, pasti jawabannya legenda putri hijau dan si dukun dari tanah karo 'guru patimpus'.

Satu hal lagi yang ingin saya sampaikan adalah, kedua lembaga ini sering sekali berjalan ketika ada event-event ataupun peristiwa yang dapat mendatangkan isu-isu besar baik itu politis atau tidak. Analisa yang saya lakukan di lembaga saya mengatakan bahwa isu villa kembar ini digulirkan karena pada 2010 akan terjadi pilkada walikota di daerah ini, ya intinya memperbanyak massa untuk mendapatkan perhatian massa. Dengan kasat mata masyarakat awam tidak akan mudah melihatnya.

Kembali lagi kepada intinya, money is everything.

SEKIAN